Senin, 23 Maret 2015

Makalah Administrasi Pembangunan Desa


Makalah Administrasi Pembangunan Desa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergeseran paradigma sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi memberikan implikasi terhadap perubahan system manajemen pembangunan daerah. Otonomi daerah merupakan suatu konsep yang menekankan pada aspek kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat cmenyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenangpemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonomdalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu yang harus dipersiapkan oleh masing-masing daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi. Beberapa konsekuensi yang harus dipersiapkan oleh daerah antara lain : Pertama, kemampuan sumber daya manusia, khususnya Sumber Daya Manusia Aparatur Daerah yang harus memiliki keterampilan baik secara teknik maupun wawasan intelektual yang luas dan diharapkan dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan kreativitas dan daya inovasi yang tinggi Kedua, kemampuan sumber-sumber keuangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, karena selama ini sektor-sektor pembiayaan pembangunan daerah pada umumnya masih sangat bergantung pada pemerintah pusat. Namun dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah harus diusahakan oleh pemerintah daerah otonom, sedangkan subsidi dari pemerintah pusat hanya bersifat sebagai pelengkap, karenanya pemerintah daerah otonom harus mampu menggali berbagai potensi sumber daya daerah sehingga dapat menopang pembangunan dan penyelenggaraan pada daerah yang bersangkutan. Ketiga, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk memperlancar pekerjaan, kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah, Keempat organisasi dan manajemen faktor ini tidak kalah pentingnya dengan ketiga faktor tersebut diatas karena penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat ditentukan oleh berjalannya fungsi-fungsi manajemen dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Sedangkan Gunawan Sumodiningrat (1999:34), mengemukakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan daerah yaitu (1) bentuk kontribusi riil dari daerah yang di harapkan oleh pemerintah pusat dalam proses pembangunan dasar, (2) aspirasi masyarakat daerah itu sendiri terutama yang terefleksi pada prioritas pembangunan daerah, (3) keterkaitan antara daerah dalam tata perekonomian makro dan politik.
Terkait dengan hal diatas, proses pembelajaran ulang demokrasi bagi desa melalui UU No. 22/1999, yang dinilai menghidupkan kembali ruh demokrasi di desa, ternyata tidak dapat berlangsung lama. Berlakunya UU No. 32/2004 yang memundurkan demokrasi di desa menyebabkan ditutupnya kembali katup demokrasi di desa. Berbagai pemaksaan proyek pusat, distorsi pemberian SLT, penggusuran, dan sebagainya merupakan contoh aktual yang dapat ditunjukkan. PP No. 72 /2005 tentang Desa ternyata di nilai lebih longgar dalam melakukan desentralisasi kekuasaan terhadap desa.Pelaksanaan otonomi desa mendorong pemerintah dan masyarakat desa untuk lebih mandiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangga desa, termasuk dalam hal ini adalah mengatur dan mengurus Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes), Pendapatan Asli Desa (PADes) sebagai salah satu sumber anggaran penerimaan atau pendapatan Desa memainkan peran yang sangat penting dalam pembangunan Desa, dan bagi pelaksanaan otonomi Desa.
Pengurus lembaga kemasyarakatan dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan, kemampuan, dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersaifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif. Peran Anggota Masyarakat Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes Peran anggota masyarakat desa dalam menyusun dan melaksanakan APBDes di desa, menurut PP 72/2005, adalah sebagai berikut: (a) mengajukan usul, saran, dan apirasi kepada kepala desa atau forum BPD (b) melaksanakan pengawasan personal terhadap pelaksanaan APBDes (c) menumbuh kembangkan semangat memanfaatkan, memelihara, dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa hubungan APBDes dengan Pembangunan Desa
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa hubungan APBDes dengan Pembangunan desa.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Tentang APBDes
1. Pengertian APBDes
Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) adalah peraturan desa yang memuat sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran desa dalam kurun waktu satu tahun. APB Desaterdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APBDes setiap tahun dengan Peraturan Desa. Menurut UU 32/2004 dan PP 72/2005 disebutkan sumber-sumber pendapatan desa meliputi:
a. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain.
b. Pendapatan asli desa yang sah, bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 1.0% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa.
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa.
d. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat
Sedangkan kekayaan desa meliputi tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu,bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola oleh desa, dll. Sumber pendapatan daerah yang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa. Pungutan retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemberian hibah dan sumbangan tidak mengurangi kewajiban- kewajiban pihak penyumbang kepada desa. Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam APBDes.
.Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Dalam melaksanakan kekuasaannya Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan,. pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan kepada perangkat desa. Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Pernbentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan .Alokasi pengeluaran dalam APBDes meliputi belanja pembangunan dan pos pengeluaran rutin .Belanja pembangunan meliputi pos sarana pemerintahan desa, pos prasarana perhubungan, posprasarana pemasaran, dan pos prasarana sosial. Sedangkan belanja rutin meliputi pos belanja pegawai, pos belanja barang, pos biaya pemeliharaan, pos biaya perjalanan dinas, pos belanjalain-lain, dan pos pengeluaran tak terduga.
2. Penyusunan dan Pelaksanaan APBDes
Secara garis besar, sesuai dengan UU 32/2004 dan PP 72/2005, dapat dijelaskan bahwa peraturan Desa, termasuk APBDes, ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD. Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti partisipatif, transparansi, akuntablitas, penegakan hukum, manfaat, efisiensi, danefektifitas.
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes yang telah disetujui bersama sebelum di tetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Hasil evaluasi Bupati/Walikota terhadap Rancangan Peraturan Desa disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Desa. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud melampaui batas waktu dimaksud,
Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes menjadi Peraturan Desa.Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dimuat dalam Berita Daerah. Pemuatan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa selanjutnya disebar luaskan oleh Pemerintah Desa. Pelaksanaan APBDes ini dilakukan oleh kepala desa, sekretaris desa, BPD, dan lembaga kemasyarakatan desa. Pengawasan APBDes ini secara formal dilakukan oleh BPD, namun masyarakat luas pun dapat melakukan pengawasan sebagaimana dijamin dalam PP 72/2005.
3. Peran Kelembagaan Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes
Lingkup Kelembagaan Desa Kelembagaan desa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga, pihak, atau institusi yang berada di desa yang berasal dari unsur eksekutif, legislatif, dan masyakat yang terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan APBDes. Kelembagaan desa ini meliputi pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat, aktor, shareholders, atau person.
Peran Pemerintah Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah (UU No. 32 Tahun 2004).
4. Pembangunan Desa.
Desa merupakan level pemerintah terendah di Indonesia dan memiliki ciri khas yang unik. Ciri khas desa yang unik ini semakin menguatkan asumsi bahwa strategi pembangunan dari desa merupakan strategi pembangunan yang dapat menyelaraskan antara tujuan pemerataan pembangunan pertumbuhan ekonomi dan tercapainya stabilitas pemerintahan. Oleh karena itu, penting adanya penguatan peran lembaga-lembaga di desa dalam penyelenggaraan pembangunan. Istilah lembaga pemerintahan desa bisa mengacu tidak hanya organisasi atau badan di desa yang melakukan usaha tertentu, tetapi juga mengandung pola perilaku masyarakat desa yang mapan. Oleh sebab itu, penggunaan konsep lembaga pemerintahan desa tidak hanya menunjuk pada pemerintah desa saja, tetapi juga mencakup badan-badan desa yang lain seperti keberadaan badan permusyawaratan desa, badan sosial desa maupun badan ekonomi desa. Lembaga dipahami sebagai aturan main dari suatu masyarakat untuk mengelola interaksi antar individu anggota masyarakat.
Lembaga desa merupakan suatu bentuk tatanan masyarakat desa dengan basis nilai tertentu yang merupakan hasil proses sosial histors masyarakat desa bersangkutan. Bentuk kelembagaan dengan sendirinya mencerminkan situasi, kondisi, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat desa bersangkutan. Lembaga dapat pula diartikan sebagai organisasi dimana karakteristik lembaga akan ditentukan oleh proses pembentukan, orientasi, nilai-nilai pengikat, model keanggotaan maupun cara kerja. Menurut definisi ini, maka lembaga desa meliputi lembaga yang bersifat formal (lembaga yang dibentuk oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di desa) dan lembaga non formal (lembaga yang dibuat oleh masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi). Lembaga-lembaga desa perlu untuk diperkuat dan dikembangkan sehingga menjadi kekuatan masyarakat desa dalam memberikan respon terhadap perkembangan dan persoalan-persoalan yang hadir di desa yang berarti memperkuat otonomi desa. Peran kelembagaan desa (pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga kemasyarakatan desa) dalam rangka penyusunan dan implementasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan, saat ini semakin menguat dibandingkan era tahun-tahun sebelumnya. Perubahan ini sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigm pembangunan dan pemerintahan, baik dalam lingkungna intra maupun ekstra sosial.
Melihat keterbatasan kewenangan desa, dana, sumber daya, dan kedudukan organisasional yang ambivalen antara organisasi pemerintah (desa) dengan lembaga kemasyarakatan, maka pemerintah desa perlu menerapkan strategi pengembangan peningkatan peran kelembagaan desa yang dilakukan di era otonomi daerah sekarang ini, yakni sebagai berikut:
1. Meningkatkan kapasitas kepemimpinan (tata kepemimpinan) Yakni dengan meningkatkan kepemimpinan kepala desa atau badan permusyawaratan desa, menyiapkan kematangan masyarakat desa, menjaga keharmonisan hubungan pemerintahan desa, dan memahami visi dan misi yang diemban.
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintahan desa (tata pemerintahan) Yakni dengan meningkatkan kelembagaan dalam hal kewenangan, organisasi, personil, keuangan, perlengkapan, perencanaan, pengawasan, dokumentasi untuk pemerintah desa. Meningkatkan fungsi agregasi dan artikulasi, budgeting, pengawasan, serta legislasi untuk badan pemerintahan desa.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya sosial (tata kemasyarakatan), yakni dengan meningkatkan:
a. Sumber daya manusia: pendidikan dan kesehatan;
b. Sumber daya sosial politik: partisipasi politik masyarakat, stabilitas keamanan dan ketertiban, eksistensi lembaga kemasyarakatan;
c. Sumber daya sosial ekonomi: insfrastruktur ekonomi desa dan aktivitas ekonomi pedesaan;
d. Sumber daya sosial budaya: kesenian dan lembaga kesenian, adat dan lembaga adat;
e. Sumber daya sosial agama: toleransi kehidupan beragama dan sarana ibadah
B. Hubungan APBDes dengan Pembangunan Desa.
Perananan pemerintah desa dalam menyusun dan melaksankan APBDes adalah pelaksanaan dari tugas, fungsi, kewenangan, hak,dan kewajiban yang dimiliki pemerintah desa dalam hal pelaksanaan pembangunan di desa ,khususnya yang berkaitan dengan penyusun dan pelaksanaan APBDes. Kepala desa, selaku unsur pelaksana pemerintah desa memilki peran strategis sebagai berikut: (a) menyusun rancangan peraturan desa mengenai APBDesa (b) mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. (c) menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah disetujui bersama BPD sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi (d) melaksanakan APBDes melalui penetapan keputusan desa atau keputusan kepala desa (e) mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif (f) menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan (PP 72/2005).
Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes Peran BPD dalam menyusun dan melaksanakan APBDes, berdasarkan PP 72/2005 adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi hasil pengawasan APBDes tahun lalu dengan melibatkan kelembagaan desa serta masyarakat.
2. Menampung aspirasi, saran, dan masukan masyarakat berkaitan dengan peraturan desak hususnya rancangan APBDes.
3. Membahas rancangan peraturan desa mengenai APB Desa yang disampaikan oleh kepala desa.
4. Melaksanakan pengawasan terhadap jalannya APBDes
Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes Lembaga kemasyarakatan meliputi Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat atau sebutan lain.Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Peran lembaga kemasyarakatan dalam penyusunan dan pelaksanaan APBDes meliputi menyusun rencana pembangunan secara partisipatif, melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif, menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat, menumbuh kembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat, menumbuh kembangan dan menggerakan prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat, memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga, serta memberdayakan hak politik masyarakat. Pengurus lembaga kemasyarakatan dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan, kemampuan, dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Peran Anggota Masyarakat Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes Peran anggota masyarakat desa dalam menyusun dan melaksanakan APBDes di desa, menjurut PP 72/2005, adalah sebagai berikut:(a) mengajukan usul, saran, dan apirasi kepada kepala desa atau forum BPD (b) melaksanakan pengawasan personal terhadap pelaksanaan APBDes (c) menumbuh kembangkan semangat memanfaatkan, memelihara, dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa,
Faktor Internal dan Eksternal Penghambat Pengembangan Peranan Kelembagaan Desa Menyusun dan Melaksanakan Kebijakan Desa Menurut Prof. Sadu Wasistiono (2006), ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat kelembagaan desa dalam menyusun dan mengimplementasikan berbagai program dan kebijakan desa, yaitu hambatan eksternal dan hambatan internal.
1. Hambatan Internal, meliputi rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah, termasuk yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa kelembagaan di tingkat desa belum sepenuhnya tertata dengan baik, pemahaman tugas pokok . dan fungsi dari aparatur desa yang masih rendah, lemahnya kemampuan perencanaan di tingkatdesa dan masih bersifat parsial, terbatasnya alokasi anggaran/dana, yang berkaibat terbatasnyaoperasional program/kegiatan, sarana dan pra sarana penunjang mobilitas operasional terbatas,pengelolaan administrasi dan pendokumentasian yang masih minim, masih rendahnyapemanfaatan iptek dan tekonologi tepat guna dalam usaha ekonomi perdesaan, rendahnya asetyang dikuasai masyarakat perdesaan, kepemilikan lahan yang makin sempit, serta rendahnyatingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan.
2. Hambatan Eksternal, meliputi lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan, masih lemahnya koordinasi antarsektor, dinamika masyarakat yang selalu berubah, termasuk tingginya dinamika sektor ekonomi, terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas, lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antardaerah, tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan, meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain, meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat.


BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pelaksanaan otonomi desa mendorong pemerintah dan masyarakat desa untuk lebih mandiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangga desa, termasuk dalam hal ini adalah mengatur dan mengurus Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes), Pendapatan Asli Desa (PADes) sebagai salah satu sumber anggaran penerimaan atau pendapatan Desa memainkan peran yang sangat penting dalam pembangunan Desa dan bagi pelaksanaan otonomi Desa. Oleh karena itu, penting adanya penguatan peran lembaga-lembaga di desa dalam penyelenggaraan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/95944594/APDBdes
http://www.komisihukum.go.id/attachments/428_PENDAPAT_KHN__TENTANG_RUU_DESA.
http://www.radarlampung.co.id/read/opini/tajuk/49045-pembangunan-desa

repost from_http://jilafisip.blogspot.com/2012/12/administrasi-pembangunan-desa.html

0 komentar:

Posting Komentar